Diberdayakan oleh Blogger.
  • This is slide 1 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

  • This is slide 2 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

  • This is slide 3 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

Selasa, 23 April 2013

Sebagai makhluk yang ditugaskan sebagai 'khalifah' di muka bumi ini, maka kita wajib mengetahui bagaimana tugas seorang 'khalifatul ardli', yang harus mengelola dan memanfaatkan seisi kehidupan dunia ini. Bumi dengan berbagai kandungan di dalamnya, langit dengan udara dan semua yang ada di angkasa, laut dengan segala penghuninya - adalah kekayaan alam yang harus dikelola oleh manusia, kemudian dimanfaatkan untuk kehidupan manusia itu sendiri. Karena manusia memikul beban yang cukup berat sebagai pengelola bumi ini, maka Allah SWT pun kemudian memberinya akal dan pikiran kepada manusia untuk berpikir, diberinya manusia fisik yang lengkap untuk mengerjakan tugas tersebut, dan bahkan diberikan juga kepada manusia agama serta aturan lainnya agar diikuti.

Kini muncul sebuah pertanyaan, kalau manusia diberikan kelengkapan selain fisik yang sempurna juga dikaruniai akal, lalu mengapa masih banyak manusia yang tidak mampu memikul beban tersebut? Manusia ditugaskan untuk mengelola bumi, tapi banyak yang justru merusak bumi. Manusia disuruh untuk tunduk dan patuh kepada aturan Allah SWT, tapi tidak sedikit dari mereka yang justru membangkang aturan Allah. Jawabannya adalah karena manusia tersebut tidak memiliki iman dan ilmu.

Dalam Al-Qur'an jelas disebutkan bahwa Allah SWT akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu dalam beberapa derajat. Beriman dan berilmu, dua kondisi yang harus bersatu. Tidak boleh hanya beriman saja atau berilmu saja. Sebab, jika manusia hanya beriman saja tanpa berilmu, maka manusia tidak akan tahu bagaimana memakmurkan muka bumi ini. Jika tidak memilki ilmu, maka tidak akan ada peradaban seperti yang sudah tercapai saat ini. Demikian juga sebaliknya, jika berilmu saja tanpa beriman, maka ketika manusia sudah mencapai tingakat peradaban dan kemajuan yang tinggi seperti yang kita rasakan dewasa ini, maka manusia akan cenderung melakukan kerusakan di muka bumi ini. Tengoklah kehancuran terjadi di mana-mana, peperangan yang terus memakan korban setiap waktu, kejahatan di berbagai lini kehidupan, di berbagai instansi korupsi menjadi-jadi - padahal para pelakunya adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi (berilmu). Itu terjadi karena mereka hanya memiliki ilmu saja tanpa memiliki keimanan dalam dirinya.
Dengan demikian, maka keberadaan iman dan ilmu dalam diri manusia adalah wajib adanya. Itulah pentingnya iman dan ilmu dalam kehidupan.

Kamis, 11 April 2013

Dalam kehidupan dunia memang diciptakan suatu keadaan yang selalu berpasangan. Ada siang ada malam, ada laki-laki ada perempuan. Ada orang kaya juga ada orang miskin. Ada orang bahagia juga ada orang yang sengsara.

Berbicara tentang kebahagiaan, banyak orang mengira bahwa orang yang bisa bahagia adalah orang-orang yang memiliki banyak harta dan kekayaan, orang yang bisa meraih kebahagiaan adalah orang-orang yang memilki jabatan. Itulah pendapat sebagian orang. Namun apabila kita melihat fakta bahwa banyak sekali orang-orang yang kaya dan bahkan memiliki jabatan tinggi, tapi mereka justru tidak merasakan kebahagiaan sama sekali. Dalam kehidupan keluarga mereka kerap terjadi perselisihan, pertengkaran, hingga akhirnya perceraian.

Demikian juga orang-orang yang berkedudukan tinggi di berbagai lembaga, mereka punya penghasilan yang besar. Jika yang mereka cari hanyalah kekayaan semata, akhirnya mereka pun menghalalkan segara cara dalam meraih kekayaan tersebut. Manupilasi dan korupsi yang kemudian menjadi cara mereka untuk mendapatkan kekayaan tersebut. Namun kemudian apakah para koruptor yang telah menumpuk-numpuk harta kekayaan tersebut merasa bahagia?! Sama sekali tidak. Hidup mereka tidak tenang, pikiran dan perasaan mereka dihantui rasa takut akan ketahuan apa yang telah mereka lakukan. Sebagian dari meraka bahkan harus mendekam di penjara karena ulahnya tersebut.

Jika mereka sudah memahami bahwa ternyata kebahagiaan itu tidak selalu sejalan dengan harta kekayaan atau kedudukan tinggi, pastilah mereka tidak akan melakukan perbuatan apa saja hingga mengorbankan kehormatan dirinya hanya untuk mendapatkan harta kekayaan dan kedudukan tersebut. Karena memang kebahagiaan sesungguhnya terletak pada hati kita. Jika hati kita mau menerima dengan penuh rasa syukur atas apa yang telah kita miliki saat ini, maka yakinlah kebahagiaan itu akan datang kepada kita.